Bukan Hari Buruk Tapi Bukan Juga Hari Menyenangkan

Hari ini adalah jadwal pengumuman hasil SKD CPNS. Bagusnya pengumuman kali ini tidak ngaret, sesuai jadwal. Hasilnya? Aku gagal. Dari 165 yang akan mengikuti SKB, tahap selanjutnya, aku urutan ke 169. Nilai urutan ke-165 adalah 437. Aku juga 437 tapi nilai TKP dia lebih tinggi sehingga dia berhak menjadi urutan lebih atas dariku. Sedikit sedih, tapi aku tidak larut dalam sedih karena ini. Seperti sudah mempersiapkan hati dan batin kalau aku tidak lolos.

Tapi dibalik semua rasa lapang dada akan kegagalan, aku tetap risau. Bukan karena aku tidak bisa menerima aku tidak lolos tapi aku penasaran. Aku lebih tidak bisa menerima kesalahanku dalam melakukan pengecekan nilai-nilai peserta di Youtube dengan formasi yang sama dengan ku di tiap-tiap lokasi tes. Sesuai pengecekan yang kulakukan aku urutan ke 161, pengertiannya aku lolos. Jadi, dengan rasa penasaran itu aku kembali melakukan pengecekan. Aku cek list peserta yang lulus di daerah mana saja dan ternyata perkiraanku di peserta yang lolos tes SKD Jakarta hari ke-2 sesi ke-2 meleset. Memang aku hanya melakukan perkiraan untuk sesi ini karena tidak ada hasil akhir. Entah kenapa pada sesi ini hasil akhir tidak bisa ditampilkan. Informasinya, hasil seluruh area pada saat yang bersamaan mengalami gangguan. Ada kurang lebih lima belas orang yang memiliki nilai lebih tinggi dari ku di formasi yang sama untuk masing-masing sesi lainnya di Jakarta. Jadi, aku memprediki pada hari ke-2 sesi ke-2 ini juga terdapat lima belas orang yang lolos. Tapi ternyata lebih dari 15 orang. Aku terpental dari barisan 165 yang lolos SKD. Aku menerima itu. Ini bukan menjadi hal besar yang akan merusak mood hari ini.

Semua berjalan baik hingga akhirnya muncul chat WA di group kalau salah satu clientku menerima pendapatan sangat rendah. Panik. Kesal. Panik karena hal ini juga aku prediksi berimbas ke client-clientku lainnya. Aku cek satu-satu dan ada beberapa client yang juga mengalami hal yang sama cuma tidak atau belum menyadari kalau terjadi kesalahan. Kenapa kesal? Kesal karena aku yakin apa yang sudah aku buat seharusnya sesuai.

Jadi salah satu OTA mengadakan promosi. Di awal promosi aku rasa dan yakin aku sudah setting semua dengan benar. Tidak ada kesalahan pada periode awal hingga promosi itu akan berakhir dan OTA tersebut memperpanjang. Tidak ada juga kesalahan di awal perpanjangan tapi malam ini terdapat bookingan dengan harga yang salah. Aku cek di OTA tersebut, apa yang aku setting di tahap awal berbeda dengan apa yang ada di tahap perpanjangan. Di sini aku kesal. Kesal karena seharusnya ini tidak terjadi karena sesuai dengan settinganku tapi terjadi. Dikarenakan aku tidak bisa melakukan pengecekan lebih jauh kenapa hal tersebut bisa terjadi, aku tambah kesal. Aku hanya bisa mengecek satu-satu client dan menyesuaikan kembali.

Otakku berat, mengencang. Aku berpikir, kenapa baru sekarang terjadi. Kalau memang aku salah setting dari awal, kenapa kemarin-kemarin semua berjalan lancar. Tidak ada harga yang salah. Tidak ada keanehan. Kenapa terjadi bersamaan dengan hasil gagal aku di CPNS. Kenapa terjadi di akhir pekan yang seharusnya aku bisa lebih santai. Kenapa…? Banyak kenapa sehingga aku sendiri lelah untuk mencari jawaban.

Lalu pada akhirnya aku menyalahkan diri sendiri. Aku yang tidak teliti, aku yang menyangkal diri sendiri kalau aku sudah benar-benar tepat men-setting promosi tersebut, aku yang tidak bisa leluasa dan memiliki kekuasaan untuk benar-benar melakukan pengecekan kenapa ini terjadi.

Lalu aku coba mengurangi rasa bersalah. Aku menulis. Aku bercerita. Tidak menyelesaikan masalah tapi sedikit membagi beban dengan tulisan karena tidak ada tempat berbagi dengan ucapan. Aku menulis dengan satu botol bintang menemani sambil tersadar kalau hari ini bukan hari yang baruk tapi juga bukan hari yang menyenangkan dilewati.

Di Hold itu Bisa Jadi Selamanya

Aku senang sekali malam itu dihubungi dan mendapat kabar dari mantan rekan kerja yang sekarang menjadi teman. Dia tahu aku sedang berstatus open to work untuk bekerja kembali di corporate sehingga menawarkan aku lowongan di kantornya saat ini, tepatnya di industri telekomunikasi. Pada awalnya aku sedikit memberikan penolakan karena industri ini berbeda dari pengalamanku. Selain itu, beberapa kualifikasi tidak aku kuasai. Namun, setelah bercakap panjang lebar, dia bisa meyakinkan aku untuk mencoba lowongan tersebut, data controller.

Aku mengirimkan CVku melalui WA dan berharap resumeku tidak memalukan sejalan dengan kenekatanku mengikuti proses rekruitasi untuk lowongan ini. Selang dua hari kemudian aku dihubungi oleh Mbak recruiter di perusahan tersebut, Centratama Group. Tidak panjang lebar, beliau menjadwalkan aku untuk interview dengan user dua hari kemudian. Pada awalnya interview dilakukan online tapi satu hari kemudian aku mendapat kabar ada perubahan jadwal dan interview dilakukan offline. Posisiku di Pangkalpinang saat itu mengharuskan aku bertolak ke Jakarta. Aku tidak keberatan karena memang ada yang harus aku lakukan di Jakarta.

Interview dijadwalkan sore pukul empat langsung dengang user atau mantan calon atasanku. Interview berjalan sangat menyenangkan. Beliau sangat friendly dan luwes. Tidak ada pertanyaan yang menyudutkan. Hampir seluruh interview mengenai apa yang aku lakukan di pekerjaanku sebelumnya dari perusahaan pertama sampai terakhir, sangat detail. Tantangan dan cara mengatasi tantangan itu. Plus-minus bekerja di sana. Perusahaan yang paling membuat aku berkembang. Alasan aku meninggalkan perusahaan tersebut. Alur kerja dan masih banyak lagi. Cara Beliau membawa suasana membuat aku begitu antusias menjawab dan menjelaskan semuanya. Tidak lupa Beliau menanyakan tentang pendidikan terakhir dan tugas akhirku. Tanya jawab tersebut berlangsung sekitar satu jam yang di akhirnya ditutup dengan penjelasan Beliau mengenai Centratama Group dan detail job desc di posisi ini. Tidak muluk, Beliau juga menjelaskan tantangan yang kira-kira akan ku hadapi nanti. Beliau dan Mbak Recruiter terlihat memberikan respon yang positif. Aku optimis.

Ada empat tahap dalam proses rekruitasi ini. Setelah screening resume ada interview user yang aku lakukan hari itu. Jika cocok, proses dilanjutkan dengan tes psikologi dan intelektual. Terakhir adalah interview dengan direksi atau petinggi di perusahaan itu. Setiap proses diberikan jeda satu minggu. Jadi, jika lebih dari satu minggu tidak ada kabar dapat diartikan tidak lolos ke tahap selanjutnya. Aku interview hari Rabu, jadi, jika Rabu depan tidak ada kabar itu artinya aku tidak lolos.

Seingatku hari Selasa setelah aku interview toko tutup sehingga aku tidak bekerja di hari itu dan siang setelah makan siang aku mendapat kabar dari Mbak recruiter kalau besok aku akan melakukan tes psikologi dan intelektual. Ini berarti aku lolos. Aku senang. Tes dilakukan online dan menggunakan pihak ketiga. Selang satu jam, penyelenggara tes menghubungi aku menjelaskan proses tes tersebut dan juga mengirimkan email.

Sudah cukup lama sekali aku tidak melakukan psikotea dan ini cukup membuat aku resah serta tidak percaya diri. Untuk tes kepribadian sepertinya tidak begitu sulit karena cukup menjadi diri sendiri dan memilih yang terbaik tapi untuk tes intelektual aku sedikit menyangsikan diri sendiri untuk bisa mengerjakannya.

Tes dilakukan sore hari jam dua. Tes aku lakukan di coffee shop yang sepi dan pastinya memiliki wifi yang baik. Tidak seperti ketakutanku, tes intelektual berupa gambar. Enam bagian tes dan tiap-tiap bagian memiliki lebih dari 20 soal, aku lupa tepatnya. Ada beberapa soal yang tidak bisa aku kerjakan sehingga harus kujawab asal karene terbatas waktu. Setelah itu dilanjutkan dengan tes kepribadian yang sudah familiar.

Setelah tes adalah masa menghitung hari menunggu kabar. Kabar pun tidak kunjung datang. Satu minggu lebih. Baik, sudah waktunya melupakan itu dan aku tidak bertanya ke Mbak Recruiter karena sudah tahu rules proses rekruitasi ini. Namun rasa penasaran tetap ada, apakah benar aku tidak lolos psikotes? Akhirnya aku bertanya ke temanku dan meminta bantuannya untuk menanyakan ke Mbak Recruiter. Tidak berapa lama dia memberikan informasi kalau hasil tes psikotesku baik tapi proses rekruitmenku di hold. DI HOLD. Sampai kapan? Hanya manajemen perusahaan itu yang tahu. Alasannya karena perusahaan tersebut membeli asset dari salah satu perusahaan telekomunikasi dan assetnya tersebut termasuk SDM yang berjumlah beberapa orang. Mereka kekurangan SDM sebelum membeli aset tersebut tapi setelah itu mereka kelebihan SDM. Hal ini mengakibatkan semua proses rekruitasi ditunda sampai waktu yang tidak bisa ditentukan atau mungkin mereka akan memetakan kembali SDM mereka dan setelah itu melakukan rekruitasi kembali jika dibutuhkan.

Mengingat lowongan yang aku ambil ini tidak membutuhkan ilmu dan keahlian khusus jadi aku sedikit pesimis untuk lanjut ke tahap selanjutnya. Aku merelakan itu walaupun kegagalan membuat kekecewaan. Tidak perlu berkecil hati, tidak diterimanya kita pada proses rekruitasi kerja bukan berarti kita tidak mampu tapi bisa jadi arena ada faktor lain yang membuat proses rekruitasi kita tidak dilanjutkan.

Tetap semangat untuk teman-teman yang sedang mencari kerja khususnya di masa pandemi ini. Jika memang sudah rejekinya, kesempatan itu pasti untuk teman-teman.

Hotel Martani, Saksi Mata Indahnya Belitung

Belitung,  berhasil menjadi salah satu dari tempat di Indonesia yang tidak bosan untuk dikunjungi. Bukan hanya karena keindahan pulaunya tapi juga karena keramahan penduduk dan kelezatan kulinernya. Ini kali ke-4 saya berkunjung ke Belitung. Kali ini tidak hanya untuk liburan tapi juga untuk survei tempat.
Geliat pariwisata yang tinggi menjadikan gencarnya pembangunan hotel di Belitung terutama Belitung Barat. Tidak tanggung-tanggung, hotel berbintang tidak segan untuk berproperti disana. Namun biasanya, semakin banyak bintang semakin tinggi juga harganya. Dilema. Untungnya, saya tidak  harus menginap di hotel yang berbintang kecuali jika saya harus seharian menghabiskan waktu di hotel. Jika kondisinya seperti itu, hotel dengan fasilitas lengkap harus menjadi pilihan. Selain itu,  tidak selamanya hotel berbintang memberikan pelayanan dan kenyamanan  yang sesuai dengan harga dan tidak selamanya juga hotel kelas melati memberikan pelayanan seadanya.
Kali ini, untuk mendapatkan akomodasi, saya cek beberapa portal online yang menyediakan penawaran hotel. Buka-tutup hotel, bandingkan, cek ini-itu, saya jatuh hati dengan salah satu  hotel di pusat kota Tanjung Pandan. Gambar cukup menarik,  skor menjanjikan. Beberapa ulasan semakin memantabkan saya untuk menggunakan hotel ini.  Apalagi dari ulasan-ulasan terbaru di beberapa portal hampir tidak ada ulasan negatif. Saya mendapatkan harga IDR 250.000 untuk kamar dengan tiga single bed. Saya cek fasilitasnya, lengkap. Ada AC, hot water, wifi, dan flat TV. Setelah saya cek lagi saya mendapatkan harga coret menjadi IDR 180.000 untuk kamar yang sama. Sebenarnya ragu dengan harga itu tapi akhirnya saya memutuskan memesan hotel ini.
Hotel Martani yang saat ini dikelola oleh RedDoorz adalah hotel tertua di Belitung. Berdiri tahun 1979 dan sampai saat ini masih tetap menjaga kesan tuanya.
Tiba disini saya langsung disambut hangat oleh staff hotel. Ibu resepsionis dengan seragam RedDoorz langsung memanggil nama saya tanpa melihat ID. Entah karena hanya saya yang booking dan tinggal di hari itu atau tinggal saya yang belum melakukan check in di hari itu. Sambil menunggu proses scanning ID card saya dan Ibu resepsionis bercakap dengan tulus. Hotel ini memberlakukan deposit 100.000 per kamar dan akan dikembalikan pada saat check out.
Setelah check in, kami diantar oleh staff lainnya yang menawarkan bantuan untuk mengangkat barang ke kamar. Tidak ada barang yang berat dan menyulitkan sehingga penawaran staffnya kami tolak. Pintu kamar bertipe lama, tidak ada sistem pintu dengan kartu atau elektrik. Kesan pertama saat masuk ke kamar adalah bersih. Tidak ada bercak di dinding, tempat tidur terlihat nyaman ditiduri, tidak ada bercak di langit-langit, tidak ada jaring laba-laba dan toiletnya juga bersih. Kami mendapatkan tiga botol air mineral tanggung sesuai dengan tipe kamar yang kami pesan. Di kamar juga ada kulkas kecil yang di dalamnya terdapat soft drink berbayar. Kamar ini memiliki TV datar dengan pilihan program yang bervariasi. AC beroperasi dengan baik dan kamar tidak terasa panas. Handuk bersih dan layak pakai. Terdapat juga tiga pasang sandal jepit yang pastinya tidak boleh dibawa pulang. Salah satu yang membuat saya puas lebih lagi  adalah tersedianya amenities RedDoorz lengkap. Bandingkan dengan budget hotel yang hanya mendapatkan sikat gigi dan odol kecil.
Kami tidak berlama di kamar karena harus berangkat lagi, saat mau berangkat kami diinformasikan terdapat air minum isi ulang yang terdapat di lorong kamar. Ibu resepsionis juga menginformasikan terdapat paket sarapan dengan tambahan IDR 30.000 per orang karena paket yang kami pesan tanpa sarapan. Namun karena kami berniat sarapan di luar, kami tidak memesan paket sarapan. Kembali ke hotel tengah malam dan masih ada yang menjaga karena hotel ini melayani dua puluh empat jam. Kami tidur dengan tenang dan tidak ada gangguan.
Esoknya, kami putuskan untuk langsung check out agar tidak mondar-mandir. Petugas pagi itu bukan Ibu yang kemarin tapi tetap melayani dengan ramah. Deposit dikembalikan. Saya sangat puas dengan hotel ini. Dengan harga yang diberikan dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan kamar yang sangat nyaman.
Terima kasih Martani, terima kasih RedDoorz.

 

 

 

Tes Kerja di Qatar Airways

Saat harapan tidak sesuai kenyataan rasanya memang tidak enak. Sudah tujuh kali apply Qatar Airways (QR) dan yang ke-8 baru dipanggil interview. Senangnya bukan main saat mendapatkan email interview via phone padahal bukan email diterima bekerja disana.

Apply menjadi Group Analyst yang masih satu rumpun dengan ilmu yang saya dapatkan selama hampir lima tahun, revenue management. Seminggu kemudian mendapat email untuk interview via phone yang dijadwalkan dua hari kemudian. Perbedaan waktu Jakarta dan Doha cukup menguntungkan. HR menjadwalkan jam 8:30 waktu Doha jadi saya tidak perlu ijin karena di Jakarta jam 12:30. Waktu istirahat siang. Dua jam sebelum interview saya gugup. Baca-baca tentang QR, mempersiapkan jawaban yang sesuai dengan background saya untuk pertanyaan-pertanyaan general. Sudah jam 12:30 tapi belum ada telepon masuk dan akhirnya jam 12:38 handphone bergetar dengan panggilan dari nomor Qatar. Saya jawab dan disambut dengan salam yang hangat. Lalu suara putus-putus, tidak terdengar jelas dan HR memutuskan untuk menelepon kembali. Setelah itu suara terdengar jelas walaupun sedikit bergema. Interview lancar dengan beberapa pertanyaan lebih ke apa yang saya lakukan saat ini. Tidak jelas ada berapa orang tapi yang menanyakan pertanyaan ada 3 orang. HR, manager dan senior analyst. Interview ditutup dengan informasi kalau hasil akan diinformasikan kurang lebih seminggu.  Itu hari Kamis dan seminggu kemudian akan menjadi detik-detik penuh penantian.

Hari minggu sore status application saya berubah menjadi interviewed yang artinya HR mengupdate tapi ini menunjukkan saya belum tentu akan lanjut ke tahap selanjutnya. Senin tidak ada kabar, selasa tidak berubah masih tetap interviewed. Buka tutup website career dengan harapan status diganti dan diundang interview kesana. Setiap email yang masuk membuat jantung semakin berdebar kencang.  Rabu pagi belum ada perubahan dan akhirnya Rabu siang saya mendapatkan email dari qr-noreply bukan dari HR. Saya agak ragu untuk membuka. Saya harus menyiapkan diri kalau-kalau saya tidak lanjut ke tahap selanjutnya, menyiapkan diri untuk menghilangkan segala harapan dan fantasi saya jika saya bekerja disana. Beberapa saat kemudian saya membuka email dan email berisi kata regret yang artinya saya tidak lanjut ke tahap selanjutnya. Waktu seolah-olah berhenti, saya coba tenang dan mencoba menunjukkan ke keadaan sekitar kalau semua baik-baik saja. Saya ambil waktu tenang di toilet. Saya berdamai dengan diri, hal ini sudah saya siapkan dan saya harus bisa menerima dan menjalani hidup selanjutnya.

Harapan itu kadang menguap menjadi awan yang melayang-layang tinggi di atas sana. Tapi perlu diingat, pada waktunya awan yang melayang-layang di atas sana yang sangat sulit digapai dengan tangan pada suatu waktu akan menjadi hujan yang turun dan memberikan kesejukan. Ada hal-hal yang kita tidak pahami diijinkan terjadi. Tidak perlu mencari tahu untuk apa dan mengapa. Yakin saja ada saatnya kita menemukan jawaban itu di waktu yang kadang tidak kita bayangkan. Tuhan akan terus bekerja di dalam hidup ini. Bagian saya adalah mengerjakan bagian saya dan selebihnya Tuhan yang menentukan.

Selamat malam, selamat tidur tenang tanpa gelisah menanti

Pendakian Ciremai via Apuy

DSC09557-01 (640x427)

“Cirebon.. Cirebon.. terakhir.. Cirebon..!” Suara petugas yang bertanggung jawab di kereta nomor 2 Cirebon Express membangunkan lelap tidurku, jam setengah dua waktu itu. Untung saja pemberhentian akhir adalah kota Cirebon jadi aku tidak perlu takut kelewatan. Kang Aru, yang menjadi salah satu tim  pendakian ini meminta bertemu di Prapatan, Majalengka, jam lima pagi. Terlalu cepat kalau aku kesana langsung, Google Maps membantu aku menunjukkan waktu perjalanan dari stasiun Kejaksan ke Prapatan sekitar setengah jam. Aku putuskan istirahat di Kejaksan. Awalnya aku berencana beristirahat di salah satu tea shop yang kulihat di kereta, tapi setelah melewati ruang tunggu, sofa cokelat besar di ruang itu menggodaku. PT KAI memang pintar memberikan pelayanan,  ruang tunggu Kejaksan dibuat begitu nyaman dan dilengkapi fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan traveler. Tidak sedikit penumpang yang beristirahat di ruang tunggu tersebut.

Jam empat aku menyalakan smartphone dan memilih salah satu aplikasi transportasi online. Tidak berapa lama setelah memesan ada yang merespons. Transportasi online sangat membantu untuk tempat-tempat yang sulit mendapatkan angkutan umum apalagi jika harus berhenti dan menyambung beberapa kali. Namun jika berpergian sendiri dengan jarak yang jauh, menggunakan angkutan umum massal menjadi pilihan bijak agar pengeluaran tidak membengkak. Pak Supir membuka perjalanan dengan salam lalu menanyakan beberapa pertanyaan tapi karena masih mengantuk aku jawab seadanya. Pak supir sepertinya mengerti dan berhenti bercakap.

Mobil berhenti tapi belum sampai di tempat tujuan.  Pak supir bingung, aku lebih bingung. Pak supir bertanya apakah masih jauh, tentu aku jawab tidak tahu.  Aku sarankan untuk mengikuti peta, berhenti di titik yang sudah ada di peta. Perkara selesai, aku lanjutkan tidurku. Lima belas menit menuju jam lima aku tiba di Prapatan. Banyak yang menawarkan jasa angkutan ke Rajagaluh.  Tidak asing dengan Rajagaluh. Usut punya usut ternyata banyak bus tujuan Rajagaluh dari daerah Cikarang atau Bekasi. Jelas terlihat saat berada di terminal Rajagaluh. Bus tiga perempat kelas ekonomi tanpa AC berbaris rapi. Tentunya trayek bus tidak langsung tegak lurus mencari jalan terpendek antara Cikarang dan Rajagaluh. Bus melewati jalan berliku di Subang. Perjalanan dari Cikarang ke Rajagaluh bisa menjadi sepuluh jam. Cukup membuat ayam bertelur di dalam bus, bukan?

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Bertemu Kang Aru, sapa seadanya dan bercengkrama lebih lagi dalam perjalanan di atas motor. Pagi itu memesona sekali. Cahaya surya pagi yang tidak terlalu kuning tapi lembut menyapa warna hijau sawah di sepanjang perjalanan. Udara masih sejuk walaupun terkadang harus beradu kencang dengan truk-truk besar lintas propinsi. Kang Aru memelankan laju motor dan dengan logat khas Sunda yang lembut menyapa dan  menunjuk gunung yang akan kami daki, Ceremai. Gagah menjulang di Jawa Barat. Ceremai atau Ciremai? Wikipedia menyatakan nama gunung ini Ceremai yang diambil  dari tumbuhan perdu berbuah kecil yang sering dijadikan manisan, Phyllanthus acidus. Ciremai sendiri muncul dari gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di daerah Pasundan  yang menggunakan  awalan ‘ci-‘. Namun anehnya, setelah aku cek di beberapa website, gunung Ceremai sendiri berada di kawasan yang namanya Taman Nasional Gunung Ciremai bukan Taman Nasional Gunung Ceremai. Sedihnya, aku tidak bisa menemukan nama resmi untuk taman nasional ini di website kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Kami berhenti di minimarket dekat terminal Rajagaluh sambil menunggu tim lainnya. Sembari menunggu aku melengkapi kebutuhan yang terkadang tidak digunakan sama sekali dan masih utuh setelah turun bahkan sampai rumah. Tapi lebih baik sedia payung sebelum hujan dari pada basah kuyup. Logistik beres, tim lengkap, kami lanjutkan  ke titik pertemuan dengan tim lainnya di terminal Maja. Berbicara kata maja, apakah maja di kata Majalengka sama diambil dari buah Maja yang rasanya pahit itu? Penasaran, aku cari tahu dan ternyata kata maja di Majalengka juga berasal dari buah Maja. Kisahnya memiliki banyak versi, bisa dicari tahu di mesin pencari online. Wikipedia bahkan bercerita banyak sekali tentang cerita rakyat Majalengka, kayanya negeriku. Aku juga memastikan di group WA yang rata-rata orang asli Majalengka agar aku tidak tersesat dan menjadi sok tahu.

Menunggu di terminal Maja cukup lama sampai semua tim lengkap. Jam sepuluh kami berangkat ke basecamp Apuy dengan mobil bak terbuka. Seru! Jalan berkelok dengan kiri-kanan perkebunan warga. Sebagai informasi, jalan ke basecamp Apuy ternyata jalan yang sama ke Panyaweuyan, terasering di bukit-bukit untuk bercocok tanam daun bawang. Hanya saja, di ujung nanti ada jalan yang akan memisahkan jalur antara basecamp Apuy dan Panyaweuyan. Sampai di basecamp Apuy yang berada di 1.204 mdpl, lebih tinggi dari pada basecamp-basecamp jalur pendakian Ceremai lainnya, udara semakin sejuk. Jalur Apuy terkenal lebih bersahabat dari pada jalur  Linggarjati dan Palutungan. Selain berada di lokasi lebih tinggi, waktu tempuh antar pos juga tidak jauh. Terdapat enam pos sehingga lebih banyak tempat untuk beristirahat saat pendakian.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Pemanasan selesai, berdoa tidak terlupa. Pukul dua belas lebih lima belas kami bertiga puluh siap menikmati pendakian Ceremai jalur Apuy. Perjalanan dari basecamp Berod ke pos satu  Arban tidak terlalu sulit, pas untuk penyesuaian fisik sebelum bertemu dengan jalur pos-pos berikutnya yang terkenal berat. Jalan lebar dan masih ditemukan jalan aspal berbatu. Jalur ini masih dilalui motor untuk kebutuhan evakuasi. Kadang juga terdapat ojek dari pos satu ke basecamp bagi yang sudah tidak kuat berjalan saat turun. Di pos satu Arban (1.500 mdpl) terdapat pendopo untuk beristirahat.  Aku sendiri hanya duduk sebentar, sedikit merenggangkan badan, mengambil gambar lalu melanjutkan perjalanan ke pos dua.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Pos dua dinamakan Tegal Pasang di ketinggian 1.915 mdpl. Perjalanan pos satu ke pos dua lebih teduh. Hutan dengan pohon besar yang menjulang tinggi mulai banyak. Suara Garengpung yang nyaring menemani perjalanan, tanda peralihan musim penghujan ke kemarau.  Banyak pendaki yang beristirahat di pos dua, ada juga yang menyiapkan makan siang.  Aku belum lapar tapi harus tetap ada asupan energi. Sambil beristirahat aku mengeluarkan cha-cha yang juga menjadi camilan di sepanjang perjalanan. Sepuluh menit cukup untuk beristirahat di pos dua, aku melanjutkan perjalanan ke pos tiga.  Jalur semakin menanjak dengan tanjakan-tanjakan yang semakin curam. Jalur agak basah, pas untuk mendaki menurutku. Tidak berdebu dan juga tidak licin. Pohon besar yang batangnya sudah diselimuti lumut semakin banyak, sama dengan suasana pendakian gunung Slamet. Warna hijau yang menyejukkan mata sedikit melepas rasa letih dan membuat pikiran lebih tenang dalam pendakian. Sampai di pos tiga, Tegal Masawa pada ketinggian 2.400 mdpl, udara semakin dingin. Panas tubuh yang dihasilkan dari pembakaran kalori jadi tidak terasa tapi keringat tetap banyak.  Aku mengeluarkan bekal makan siang, nasi kuning yang dibeli di pasar Maja ditambah sepotong ayam goreng, cukup untuk mengisi kembali tenaga.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Tiga puluh menit lewat jam dua, aku melanjutkan perjalanan ke pos empat. Lebih banyak beristirahat dan lebih menguatkan tekat untuk melewati tanjakan-tanjakan yang terus melemaskan kaki. Dalam pendakian jalur Apuy ini, sebelum sampai di setiap pos terdapat informasi bahwa pos selanjunya akan sampai dalam sepuluh menit. Tapi jangan pernah menghitung persis sepuluh menit tersebut karena bisa menjadi harapan palsu. Nyatanya, perjalanan sesungguhnya akan lebih dari sepuluh menit. Mungkin saja sepuluh menit tersebut dikur oleh seorang ranger yang berjalan tanpa berhenti dan beristirahat.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Suara percakapan pendaki dari pos empat menyemangatiku. Tapi sebelum sampai di pos empat ada tanjakan yang harus dilalui, kaki semakin lemas, napas semakin sulit. Pos empat, Tegal Jamuju, cukup luas pada ketinggian 2.600 mdpl. Sebentar, sebelum melanjutkan cerita pendakian mari  berhitung dengan logika. Dari pos tiga ke pos empat hanya menambah dua ratus meter ketinggian tapi rasanya sudah berjalan lebih dari lima kilometer. Memang secara pitagoras, garis miring yang sekarang aku lewati akan lebih panjang dari tegak lurus ketinggian antar pos, tapi apakah sampai lima kilometer? Jawabannya gampang, bisa jadi jalur yang dilalui tidak lurus naik ke atas tapi berputar-putar di punggung gunung. Lima kilometernya? Itu hanya perasaan saja karena rasa letih.  Namun, ada teori lain yang tidak bisa dihimpun dengan logika, jarak juga menjadi relatif jika ada perasaan yang terkenal romantis dengan istilah kasmaran yang mencampuri perhitungan pasti.

Di pos empat ada beberapa pendaki yang sudah mendirikan tenda dan menginformasikan kalau pos lima sudah penuh. Aku berterima kasih untuk informasinya dan mengatakan kalau sudah ada tim yang membawa tenda dan mendapatkan tempat di pos lima. Fisik seolah-olah tidak sabar untuk duduk beristirahat sambil menikmati secangkir teh panas. Lima menit beristirahat di pos empat aku melanjutkan pendakian ke pos lima. Semakin sering berhenti sambil bertanya ke diri sendiri kenapa mau melakukan hal seperti ini? Capek, kaki lemas sampai gemetar, napas naik turun tapi tidak juga kapok. Candu ketinggian setelah pendakian mengalahkan rasa kapok lalu meracik tanya, kemana lagi kaki akan melangkah?

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Setengah jam berlalu, tidak juga sampai. Terus berjalan dan akhirnya bertemu dengan beberapa pendaki yang memasang tenda di tanah datar yang cukup menampung satu sampai dua tenda. Pos bayangan, tanda – tanda pos lima sudah hampir sampai. Lima belas menit menuju empat sore, kaki berpijak di pos lima, Sangahiang Rangkah. Pada ketinggian 2.800 mdpl ini tanah lapang cukup luas, cukup untuk menampung dua puluh tenda.

Menurutku, Ciremai saat itu tidak banyak pendaki tapi di gunung-gunung seperti inilah masih ditemukan pendaki yang mengerti hidup bersosial di gunung. Sebut saja Gede, jangan harap menemukan banyak sapa dan canda antar pendaki yang tidak kita kenal sepanjang perjalanan. Papandayan, pendaki hanya lewat saja bahkan terkadang, senyum pun tidak mendapat balasan. Padahal, salah satu hal yang ingin ditemui saat mendaki adalah interaksi yang tidak mengenal latar belakang , interaksi tulus tanpa curiga walau sekedar menanyakan dari mana atau menyemangati dengan mengatakan bahwa pos selanjutnya sebentar lagi.  Dan aku masih menemukan di pendakian ini. Di depan tenda yang sudah didirikan oleh kang @aboolangers_724 , aku mendapatkan kehangatan dari pendaki rombongan lain dari Garut. Awalnya aku kira mereka satu rombongan dengan aku yang lebih duluan mendaki untuk mencari tempat bertenda, ternyata bukan.

Sambil menikmati teh hangat, aku duduk di atas kayu besar bekas pohon yang tumbang. Sinar matahari sore waktu itu menyeimbangi suhu udara yang dingin. Bercengkrama dengan orang yang baru saja aku kenal tapi terasa begitu dekat. Hangat, sehangat sinar matahari sore. Tidak berapa lama matahari telah kembali ke peraduannya meninggalkan aku bersama dinginnya malam. Malam itu cerah, langit penuh dengan bintang yang berganti-gantian tanpa mengalah menunjukkan kecantikan warnanya. Memang pos lima bukan padang rumput atau lahan luas tanpa pohon, jadi untuk memfoto langit malam penuh bintang dengan sudut pandang yang luas agak sulit. Tapi itu tidak menjadi kendala. Aku mengambil dudukan kamera kecil di tasku dan mengganti lensa kamera.  Mencoba mengambil langit penuh bintang yang dipadukan dengan pepohonan. Aku suka, begitu indah

LRM_EXPORT_20180508_143743 (640x427)

Setelah santap malam kami disuruh untuk tidur karena jam tiga pagi besok harus ke puncak. Suasana kebersamaan memang lebih terasa hangat jika diisi dengan berkisah satu sama lain dan saling mengenal tapi karena perjalanan yang padat dan dibutuhkan ketahanan fisik maka lebih baik beristirahat. Satu tenda diisi berempat atau bertiga tergantung kapasitas tenda. Sempit memang, tapi terasa lebih hangat. Jam tiga teman tendaku bangun bersiap untuk summit, aku sendiri berat sekali untuk membuka mata dan keluar dari sleeping bag. Setelah dua orang keluar, baru nyawaku terkumpul untuk bersiap. Satu orang lagi masih tertidur tanpa sleeping bag dan hanya dengan celana pendek. Dia menekuk kedinginan tapi tetap saja tidur. Nyaman? Entahlah. Setelah aku tanya ternyata dia tidak membawa sleeping bag. Aneh tapi nyata, aku heran. Tapi pada pendakian gunung manapun kita yang paham kondisi fisik kita dan jangan sampai menyusahkan orang lain karena saat pendakian kita bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan diri sendiri walaupun banyak yang rela menolong jika terjadi sesuatu.

Jam tiga lewat dua puluh aku siap untuk summit. Aku tidak menemukan rombonganku di pos lima, entah sudah berangkat, entah karena aku masih setengah sadar mencari mereka.  Aku putuskan summit sendiri mengikuti rombongan yang lain. Jalan ke puncak tidak lebih mudah. Lebih banyak jalur air yang sempit dan jalur dengan batu yang gampang menggelinding ke bawah. Semakin ke atas semakin sulit mendapatkan oksigen. Aku melewati percabangan jalan dari jalur Patulungan, saat itu tidak banyak yang pendaki dari jalur Patulungan.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Penanda dan peringatan di gunung Ceremai jelas dan masih baru, hal ini mendandakan pengelola Taman Nasional Gunung Ciremai  bekerja giat untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan dan kejadian yang tidak diinginkan. Plang pos enam, goa walet, terlihat tapi aku tidak menemukan tanda-tanda adanya goa seperti yang aku lihat  di gambar pada beberapa blog. Aku tidak beristirahat dan terus melanjutkan perjalanan sembari terkadang berhenti sebentar jika sudah lelah. Warna langit di timur cakrawala semakin merona, tanda matahari akan segera terbit. Jalur apuy berada di bagian barat gunung Ceremai jadi jika kita belum sampai ke puncak pada saat matahari terbit, akan sulit mendapatkan momen matahari terbit dan hanya mendapatkan pendar cakrawala jingga saja. Tapi hal itu tidak menjadikanku terburu-buru untuk sampai puncak sebelum matahari terbit. Keselamatan adalah yang utama.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Beberapa orang yang berada beberapa jarak di depanku berteriak puncak. Aku sendiri tidak bisa melihat seberapa jauh lagi puncak dari posisiku saat itu karena kondisi jalur Ceremai yang terdapat pohon sampai ke puncak. Baiknya, pohon-pohon ini cukup membantu melindungi pendaki dari dinginnya tiupan angin. Bandingkan dengan  jalur summit Rinjani yang terbuka. Angin dingin dari kiri, kanan, depan dan belakang cukup menyulitkan pendakian karena jalur yang sama sekali tidak ada pohon.

Setelah beberapa langkah aku benar-benar berada di  puncak. Ceremai, atap Jawa Barat, 3.078 mdlp. Sudah cukup banyak orang di puncak dan aku juga belum menemukan rombonganku. Terdapat pagar besi di puncak untuk sebagai batas pendaki berdiri agar tidak terlalu masuk ke bibir kawah dan aku berpikir keras bagaimana pekerja-pekerja membawa pipa-pipa besi dari bawah sampai ke puncak. Tidak, tidak mungkin dengan helikopter atau dengan truk besar. Pasti dipikul dengan jalur yang sama dengan yang kulalui.

LRM_EXPORT_20180508_174203 (640x640)

Matahari belum terbit saat aku tiba di puncak. Orang-orang banyak sekali yang mengabadikan momen dengan berfoto. Aku sendiri, duduk melepaskan lelah sambil mempersiapkan kamera untuk mengabadikan momen ini. Lampu yang masih berpendar di kota Majalengka menghiasi pandanganku ke bawah dan jika aku memandang ke arah timur lautan awan menyelimuti daratan bumi dan Slamet yang menjadi atap jawa tengah seolah-olah mengucapkan sapa paginya. Diseberang sana, kulihat beberapa pendaki berdiri di pinggir kawah.  Aku mereka-mereka apa yang mereka rasakan? Sepertinya mereka takjub dengan negeri damai di atas awan yang dipoles dengan warna fajar.  Melupakan angin kencang yang dingin dan lelah, aku ada di waktu pendek yang jarang kutemukan. Aku mengambil beberapa gambar lalu berjalan ke ujung timur. Pendar fajar kian menguning, semakin menegaskan garis cakrawala.

DSC09549-01 (640x427)

Pagi semakin terang dan cerah sekali, langit biru jernih tapi udara tetap dingin dan angin terus bertiup kencang. Aku bertemu dengan rombonganku. Beberapa orang belum sampai di puncak dan kami menunggu di balik pohon perdu sampai semua anggota lengkap di puncak untuk berfoto bersama. Sesi foto dan menikmati puncak Ceremai selesai, kami turun. Sampai di pos enam aku masih penasaran dengan goa walet. Ternyata goa walet tidak berada persis di depan jalur. Kita harus keluar jalur dan turun sedikit. Beberapa pendaki ada yang membuat tenda di pos ini.

Tiba di pos lima lebih cepat dari pada saat mendaki. Beberapa orang sudah tiba dan kami menyiapkan makan siang. Setelah makan aku berkemas dan turun. Turun memang lebih cepat dari pada naik tapi bagiku, turun lebih menyulitkan karena jari kakiku selalu sakit terutama jari kaki dan lutut lebih terasa lemas karena menopang berat badan dan bawaan. Sebelum sampai di pos satu air minumku habis dan tidak ada persediaan lagi. Menjadi hal yang penting untung diperhatikan saat mendaki adalah ketersediaan sumber air. Ceremai sendiri tidak memiliki sumber air jadi harus membawa persediaan air untuk kebutuhan selama pendakian. Aku sendiri membawa tiga botol 1,5lt air dan satu botol air minum 600ml untuk perjalanan.

Jam setengah empat aku tiba di basecamp Apuy dan langsung memesan es teh manis di salah satu kedai. Di basecamp Apuy terdapat kamar mandi yang airnya sangat segar dan dingin. Setelah semua anggota tim lengkap, kami makan Bersama di area perkemahan basecamp Apuy dan tidak lupa menikmati lembutnya sinar matahari terbenam.

Perjalanan turun ke terminal Maja sudah malam. Aku sebenarnya was-was takut tertinggal kereta jam Sembilan malam di Kejaksan, Cirebon. Sampai di terminal Maja jam tujuh dan aku langsung pamit ke semua anggota tim untuk duluan agar tidak terlambat tiba di Kejaksan. Aku sangat berterima kasih kepada kang Aru yang baik hati sekali mengantarkan sampai ke Kejaksan. Ngebut, adu cepat dengan penguasa pantura dan akhirnya aku tiba di Kejaksaan pukul Sembilan, lima belas menit sebelum kereta berangkat.

Terima kasih kepada @exploremajalengka @ngetripmjlk telah mengakomodir pendakian ini.
Terima kasih juga kepada semua tim dan peserta, @akarifqulmaula @Itssopyan14 @arifridwan55 @petualang_senja12 @bakhri__ @blendakanda @jcp_tours @annaluthfiana @gis_nggis @eckyrfebrian @mellyutami @gusin.ms @apep_mulkini @didanpratama @budi_ryan @Ahmadika37 @fahrul_1203 @riiday_ @gilangsagitap @wildanabdirahman @nono.k1993 @yudanegara95 @ulfaaa88 @furqon_al.faruq @restiwidiyanti @gotavia_ig @sania_dex @tania_dextroo @aboolangers_724 @maulana_ipung
semoga bisa bertemu kembali di waktu & tempat lainnya.

Salam lestari,
Endar Permadi

Zurich, Kota Tua Rasa Modern

Zurich, Kota Tua Rasa Modern

Flixbus dari Paris parkir dengan sempurna di area Sihlquai, dekat Zurich Central Station. Pagi itu udara masih dingin. Bagi orang Indonesia yang terbiasa dengan iklim tropis, udara dingin di Carparkplatz Sihlquai tetap menusuk tulang walaupun sudah memakai jaket tebal. Padahal sudah bulan Mei.

Zurich, kota terbesar di Swiss yang berada di tepi danau Zurich dan dekat dengan pegunungan Alpen menjadikan kota ini memiliki panorama yang menakjubkan. Tidak heran dengan kondisi ekonomi, geografi dan tentunya fasilitas yang ada, Zurich dinobatkan menjadi kota dengan kualitas hidup terbaik di dunia tahun 2006 dan 2007.

Satu hari di Zurich sebagai kota transit tidak menyurutkan semangat untuk menjelajah kota ini. Dengan waktu yang sempit maka hal yang dapat dilakukan adalah city tour. Banyak paket yang ditawarkan dengan berbagai variasi waktu, fasilitas dan tujuan.

Transportasi yang digunakan untuk city tour adalah trolley wisata dengan design klasik ditunjang dengan audio dalam beberapa bahasa, bahkan ada yang sampai dua puluh bahas pilihan. Ada Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Portugis, Rusia, Spanyol tapi sayangnya tidak ada dalam bahasa Indonesia.

Dalam waktu kurang lebih dua jam dengan biaya 35 — 40 Franc, trolley akan melewati area bisnis, Bahnhofstrasse yang menjadi museum penting di Zurich, sudut kota tua Zurich, Fraumunster Church yang konon mulai dibangun tahun 1100 namun baru terlihat bentuk bangunannya di abad 15 dan area perkotaan lainnya.

Dokumen pribadi

Perjalanan city tour berhenti dua kali. Biasanya berhenti di area tepi danau Zurich di kawassan dermaga publik. Kedua di jalan Stadthausquai. Terdapat fasilitas toilet umum di setiap tempat pemberhentian, tempat makan atau penjualan souvenir.

Di seberang jalan Stadthausquai dengan melewati jembatan di atas sungai Limmat terdapat jalan Limmatuquai yang banyak menjual souvernir di kios-kios kecil. Kawasan ini juga merupakan pusat bisnis dengan banyak bank, toko-toko eksklusif, restaurant dan pusat perbelanjaan.

Bila tidak puas dengan city tour, terdapat tour dengan kapal pesiar yang akan berlayar di danau Zurich. Dengan kecantikannya, danau Zurich begitu menjadi daya pikat tersendiri. Tata kota dan pemanfaatan danau yang baik menambah nilai plus untuk kota Zurich.

Di seputaran danau banyak terdapat pemukiman yang menjadikan danau Zurich lebih hidup.  Pemanfaatan danau Zurich sebagai tempat berolahraga air seperti perahu layar, kano sangat didukung fasilitas yang memadai.

Dokumen pribadi

Transportasi di Zurich sangatlah mudah. Banyak kereta dan trem yang menjangkau hampir seluruh sudut kota. Bagi yang tinggal di Zurich dalam waktu yang singkat terdapat ZurichCARD yang merupakan paket transportasi trem, bus, kapal, kereta api dan sarana transportasi lainnya menjadi lebih ekonomis.

Terdapat juga potongan harga atau bahkan tiket gratis masuk ke kawasan wisata atau museum bagi yang memiliki ZurichCARD. Namun perlu diketahui di Zurich berlaku zona tariff sehingga tidak perlu membeli paket pada zona yang tidak dilalui. Stasiun Hauptbahnhof  (Zurich HB) menjadi pintu gerbang jika kita menggunakan kereta.

Stasiun terbesar di Swiss yang juga menjadi salah satu stasiun tersibuk di dunia ini sangat lengkap. Sudah seperti pusat perbelanjaan, hampir semua kebutuhan dapat ditemukan disini. Pada waktu tertentu sering diadakan bazar makanan yang menjual street food dengan harga terjangkau.

Biaya hidup di Zurich termasuk tinggi dibanding kota-kota besar lainnya di Eropa. Dengan mata uang Franc yang memiliki nilai mata uang yang berbeda dengan Euro, harga-harga makanan di Zurich bisa 1.5 kali lipat jika di rupiahkan. Untuk akomodasi juga termasuk tinggi, harga penginapan super standar berkisar IDR 500.000 belum termasuk sarapan.

Perlu kejelian dalam menyusun itinerary jika memasuki Zurich ke salah satu kota tujuan jika berkeliling Eropa. Yang menyukai wisata kota dengan suasana yang sepi dan nyaman, Zurich dapat menjadi pilihan. Namun jika memiliki waktu yang terbatas, Zurich dapat menjadi kota yang dapat dijelajah dalam satu hari.

Dokumen pribadi

Gili di Lombok Tidak Selamanya Trawangan

Lombok, bukan memiliki arti cabai seperti yang sering kita kira. Lombok bermakna lurus yang tertulis sejak zaman kerajaan Majapahit pada buku Negara Kertagama pada kalimat ‘Lombok Sasak Mirah Adi’ yang artinya masyarakat Lombok memiliki hati yang lurus untuk dijadikan permata kejayaan. Seperti pengertiannya, begitu juga yang saya rasakan saat berkunjung ke Lombok. Ramahnya masyarakat Lombok dari kota hingga desa, dari pesisir pantai hingga daerah dataran tinggi menemani saya saat menjelajah Lombok. Keramahan ini juga dipadu dengan indahnya alam Lombok yang begitu memesona menjadikan Lombok sebagai tujuan wisata yang harus masuk ke dalam daftar utama tempat wisata yang wajib dikunjungi.

oi000020-01-59fd85b574bbb03c3479c882

Masyur dengan gili Trawangan, Air dan Meno di barat laut dan lokasinya yang dekat dengan pulau Bali menjadikan gili-gili tersebut menjadi destinasi favorit di Lombok. Namun banyak yang tidak tahu jika Lombok menyimpan banyak pesona wisata selain gili-gili di barat lautnya. Perpaduan keindahan alam, kearifan budaya dan lezatnya kuliner dapat kita dapatkan di Lombok. Fasilitas dan akses juga sudah mendukung sehingga tidak sulit bagi traveler untuk menjelajah Lombok. Gili-gili di Lombok Barat bagian bawah di area pelabuhan Lembar salah satunya.

Tidak sulit untuk menemukan penyebrangan ke gili Sudak. Dengan aplikasi penunjuk jalan di smartphone sudah cukup menunjukkan jalan dengan jelas. Dari Mataram sekitar satu setengah jam menggunakan kendaraan roda dua dengan mengambil titik tujuan Penyebrangan ke Gili Sudak. Nikmati saat masuk jalan Raya Sekotong – Lembar, bukit-bukit dengan padang rumput kuning kecoklatan, gradasi laut toska dan biru gelap, awan seperti kapas lembut yang melayang serta suasana pelabuhan Lembar menjadikan perjalanan yang tidak membosankan.

Kami ragu saat aplikasi mengarahkan ke jalan tanah merah berbatu. Tiba-tiba seorang ibu yang sepertinya melihat keraguan kami dengan ramahnya menyapa lalu menanyakan tujuan kami. Ibu yang tidak sempat saya tanyakan namanya memberitahukan kalau jalan tersebut memang jalan menuju penyeberangan gili Sudak. Masuk ke area pemukian sudah terdapat banyak plang-plang yang menyediakan jasa perahu penyeberangan. Kami disambut dengan tawaran-tawaran jasa penyebrangan dengan ramah tanpa paksaan.

Pak Nasar dan kedua anaknya menemani kami. Selain memberikan jasa perahu, Pak Nasar juga seorang nelayan yang menangkap ikan dengan teknik spearfishing. Tidak dengan alat yang modern tapi masih dengan tombak tradisional. Ikan-ikan yang diambil juga tidak sembarangan.Jenis, ukuran dan lokasinya harus sesuai ketentuan, pilih-pilih. Bukan karena nantinya tidak laku saat dijual, tapi untuk menjaga kelestarian biota laut di perairan Sekotong. Hasil tangkapan Pak Nasar dijual di homestay dan restoran di area gili Sudak.

Gili Naggu menjadi pemberhentian pertama. Lokasinya terluar diantara gili-gili lainnya di area Sekotong. Sudah banyak homestay dan resort disini dan cukup ramai dikunjungi. Perahu tidak boleh sembarangan menepi karena terdapat kawasan konservasi terumbu karang. Perahu hanya bisa menepi di area dekat dermaga yang dasarnya pasir. Kearifan lokal dalam mengelola sumber daya dan menjaga lingkungan berhasil menjaga keindahan bawah laut di gili Nanggu. Terumbu karang cukup dangkal jadi kita harus berhati-hati saat snorkeling agar tidak merusak terumbu karang.

oi000019-59fd85c374bbb03af4716bf4

Berbeda dengan gili Naggu, gili Sudak lebih sepi pengunjung hanya terdapat beberapa orang yang santap siang. Di gili Sudak juga terdapat homestay. Kondisi bawah laut gili Sudak agak memprihatinkan ditambah dengan jarak pandang yang rendah sehingga saya tidak berlama-lama di dalam air. Jarak gili Sudak dan Lombok yang cukup dekat membuat wisatawan yang menginap di Lombok hanya menggunakan kano ke gili Sudak hanya untuk makan siang. Sebelum kembali ke Lombok saya singgah di gili Kedis, ukurannya lebih kecil dari ukuran lapangan sepak bola. Di gili Kedis kita harus membayar restribusi. Cobalah memutari pulau, terdapat sisi yang hanya berupa pasir dan sisi lainnya berbatu. Cocok untuk yang suka fotografi.

dsc06126-01b-59fd863674bbb03c354f16f2

Hari masih siang tapi kami sudah kembali ke Lombok, terlalu cepat menurut Pak Nasar. Tapi perjalanan kami masih jauh karena harus ke Sembalun. Sambil antre bilas dan bersih-bersih, kami menikmati pisang goreng dan teh hangat buatan istri pak Nasar yang ternyata adalah ibu yang memberitahukan jalan saat kami kebingungan. Kami berbagi cerita dengan Pak Nasar. Dengan geliat pariwisata di daerah Sekotong yang semakin baik, Pak Nasar memiliki rencana untuk memiliki jasa penyeberangan dalam kapasitas besar. Sudah banyak permintaan dalam jumlah besar yang menggunakan bus-bus pariwisata tapi karena tidak adanya fasilitas yang mendukung seperti lahan parkir, tempat bilas yang banyak atau ruang tunggu, mereka pindah ke tempat lain.

lrm-export-20170902-195419b-59fd866f74bbb03df21a1482

Kami pamitan dan melanjutkan perjalanan ke Sembalun, dari pesisir pantai ke dataran tinggi. Saya yakin di Sembalun akan melihat pemandangan yang indah dan ramahnya masyarakat Lombok yang tidak kalah seperti di Sekotong.

 

Mendaki Bukit Pergasingan, Nirwana di Lombok Timur

Lombok tidak hanya diberikan keindahan pada pesisir pantainya, tapi juga pada dataran tingginya yang tidak kalah indah. Menjelajahi Lombok Timur, kawasan dataran tinggi Sembalun tidak hanya menjadi salah satu pintu masuk pendakian gunung Rinjani. Sembalun, dataran tinggi yang dikelilingi oleh bukit-bukit berbalut padang rumput ini menyimpan begitu banyak pesona, bukit Pergasingan salah satunya. Berada pada bukit dengan ketinggian 1700mdpl ini, kita dapat melihat cantiknya Rinjani dipadu dengan indahnya formasi perkebunan buah dan sayur masyarakat Sembalun.

Lelah berkendara tiga jam dari Sekotong ke Sembalun, tidak menghilangkan semangat saya untuk mendaki Pergasingan. Setelah menyiapkan bekal dan peralatan untuk bermalam di Pergasingan saya siap untuk mendaki di malam hari. Pendakian saya ditemani oleh satu orang warga asli Sembalun, Pak Agus, yang lebih sering menemani pendakian ke Rinjani dari pada Pergasingan. Bisa dibilang ini pendakian Beliau ke Pergasingan setelah beberapa belas tahun lalu.

Jika membawa kendaraan, terdapat parkir motor di akhir perkampungan warga sebelum memasuki pintu masuk. Begitu juga untuk yang membawa mobil, tapi untuk mobil tidak terdapat parkiran tertutup hanya di pinggir jalan saja. Saya memulai pendakian sekitar pukul delapan malam dan bertemu dengan penjaga pintu pendakian Pergasingan di tengah jalan perjalanan saat mereka akan pulang. Restribusi sepuluh ribu rupiah per orang dan mereka memberikan nomor yang dapat dihubungi jika terjadi sesuatu. Saya senang karena bukan tergolong pungutan liar yang tidak bertanggung jawab.

Lima menit berjalan dari tempat parkir ke pintu masuk. Pendakian awal adalah anak tangga yang sebenarnya lebih melelahkan dibanding dengan jalan tanah biasa. Pendakian tergolong terjal namun masih terdapat area pijakan dan batu untuk berpegang yang cukup membantu. Malam itu terang bulan jadi cukup membantu saya untuk melihat jalur pendakian. Setelah 45 menit mendaki, sudah terlihat kelap-kelip lampu kemah para pendaki yang menambah semangat saya tapi juga menjadi sugesti bahwa pendakian sebentar lagi. Target pendakian dua jam dapat dipercepat menjadi satu setengah jam.

Mencari tempat mendirikan tenda cukup sulit karena saat itu ramai dan kami tidak cukup mengenal area Pergasingan. Akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di dekat jalur akhir pendakian walaupun angin secara langsung menerpa tenda. Tenda selesai dan teh hangat datang. Setelah cukup beristirahat saya coba untuk keluar menikmati taburan bintang. Memesona sekali, walaupun terang saat itu bintang tetap indah bersinar. Tidak puas kalau tidak mengabadikan momen ini. Angin bertiup semakin kencang dan udara semakin dingin. Akhirnya saya menyerah, kamera saya biarkan di luar untuk time lapse dan saya beristirahat.

Pagi hari waktunya menikmati pesona lain, matahari terbit. Saya sedikit berjalan ke timur bersama pendaki lainnya. Sayangnya cuaca tidak begitu mendukung, awan di timur menutupi matahari terbit. Namun pagi yang semakin terang semakin memperjelas indahnya Pergasingan. Rinjani benar-benar megah terpapar oleh matahari pagi dan Sembalun benar-benar elok dengan polesan kabut tipis. Saya takjub, saya terpesona.

Cukup lama kami berfoto dan kembali ke tenda. Banyak yang mulai membereskan tenda dan turun menghindari perjalanan di siang hari karena kondisi jalur tanpa pohon menjadikan perjalanan yang dapat sangat panas di siang hari. Setelah sarapan mie instan dan minum teh hangat kami membereskan tenda dan turun.

Kurang memang rasanya jika hanya satu hari di Sembalun karena masih banyak tempat-tempat memesona lainnya. Lain kali, lain waktu, lain suasana saya akan ke tempat ini lagi. Semoga tetap lestari.

Arborek, Secercah Keindahan Raja Ampat

Berkunjung ke Raja Ampat sudah menjadi impian banyak orang. Alam yang indah dengan pemandangan menakjubkan dari atas hingga bawah lautnya menjadikan Raja Ampat surga tersendiri bagi para traveler, diver dan juga photographer alam.

d2

senja di dermaga Arborek
Dengan gugusan kepulauan di sebelah barat Kepala Burung Pulau Papua, Raja Ampat memiliki banyak pulau yang dapat dijadikan tempat menginap bila berkunjung kesana. Salah satunya pulau Arborek. Pulau kecil nan cantik ini dapat ditempuh kurang lebih satu jam dari Waisai, ibukota Raja Ampat.

Banyak homestay atau penginapan di Arborek yang hampir semuanya pondok kayu beratapkan daun rumbia. Sebuah konsep ramah lingkungan yang menyatu dengan alam. Bahkan, beberapa homestay memberikan pengalaman tinggal di atas air. Kamar di homestay hanya terdapat kasur dan kelambu. Tidak ada kamar mandi private, semuanya terpisah dan digunakan bersama-sama.

b2

Coral di dermaga Arborek
Fasilitas di pulau Arborek sudah cukup memadai. Listrik menyala dari pukul enam sore hingga enam pagi, cukup untuk mengisi daya gadget kebutuhan traveling. Air sedikit agak asin dan tidak ada sumber air bersih disini tapi dapat digunakan untuk MCK. Untuk sinyal agak sulit, hanya dapat menggunakan layanan pesan singkat atau telepon dan itu pun harus berada di area dermaga jika ingin sinyal yang kuat.

Waktu saya kesana terdapat dua dermaga. Satu lagi ditutup karena sepertinya dipergunakan khusus untuk kebutuhan salah satu homestay di Arborek. Jika pergi sendiri jangan lupa untuk mengisi buku tamu dan membaca dengan jelas aturan-aturan saat berkunjung kesini. Salah satunya, kita tidak boleh melompat dari atas jetty, bahasa warga Arborek menyebut dermaga, jika ingin snorkeling di sekitar dermaga Arborek.

f2

Homestay di Arborek
Menikmati pesona bawah laut di Arborek menjadi hal yang istimewa. Saat boat kita bersandar di dermaga, kita bisa melihat ikan-ikan langsung dari atas dermaga. Tentunya, air yang jernih menambah rasa tidak sabar untuk masuk ke air. Feasibility yang bagus menjadikan kita bisa melihat jelas ikan dan terumbu karang. Jika beruntung kita bisa bertemu dengan schooling fish yang bahkan tidak terganggu dengan kehadiran manusia. Kipas laut, lili laut atau spons laut dapat kita temukan hidup sehat di tiang-tiang dermaga. Cobalah untuk snorkeling di sore hari, sinar matahari sore akan menambah warna biota-biota laut lebih bersinar.

c2

Lili laut
Pulau Arborek tidak terlalu luas, kita dapat menikmati pesona matahari terbit dan terbenam di pulau ini. Sayang waktu saya disana pagi hari selalu mendung jadi tidak bisa menikmati matahari terbit dengan sempurna. Namun matahari terbenamnya begitu memesona. Kita dapat dengan santai duduk di dermaga setelah snorkeling dan menikmati matahari terbenam. Setelah matahari masuk ke peraduannya, cakrawala seolah-olah menaburkan warna-warna sihir. Biru, jingga, kuning, ungu, hitam semuanya berpadu menunjukkan indahnya karya Pencipta.

h2

Kearifan lokal menjadikan pulau Arborek ini begitu bersahaja. Warga Arborek sepakat untuk menjaga pulau Arborek dan perairan di sekitarnya tetap lestari. Dibuatnya dua zona Kawasan Konservasi Laut Daerah menjadi bukti bagaimana warga Arborek begitu menjaga perairan mereka. Pada zona ini siapapun dilarang mengambil hasil laut. Jika kita ingin memancing, terdapat aturan tidak tertulis yang disepakati yaitu memancing diijinkan minimal 200 meter dari pinggir pantai. Jadi jika ingin memancing silakan dengan boat atau bersama perahu nelayan sampai dengan batas yang diijinkan.

Tertarik bermalam di Arborek dan menikmati keindahannya? Beberapa paket tour Raja Ampat menjadikan Arborek tempat bermalam. Jika berpergian sendiri, dengan kisaran IDR 350ribu sampai IDR 450ribu per orang kita sudah dapat bermalam di Arborek ditambah tiga kali makan per hari. Selain itu kita sudah bisa menejelajah Arborek di darat dan bawah lautnya.

e2

Jalan-Jalan ke Sumba

Cerah berawan menyambut aku dan teman-temanku di bandara Tambolaka, Sumba Barat Daya. Bukan bandara besar jadi dengan cepat kami bisa bertemu Pak Harlan  yang sudah dua puluh tahun menjelajah jalan-jalan Sumba. Selama empat hari kedepan kami akan ditemani Pak Harlan di tanah Sumba.

Sebelum ke tujuan pertama, kami mengisi perut terlebih dahulu. Kami tidak menemukan tempat makan khusus yang menjual makanan khas Sumba. Namun kami dapat memesan makanan spesial yang tidak ada di menu, sambal bunga pepaya tumis di Warungku tempat dimana kami santap siang.
Jalan utama di Sumba sudah baik, tidak ada lubang-lubang. Hanya saja  jalan berliku-liku mengikuti kontur bukit. Untuk mencapai danau Weekuri sebagai tujuan pertama membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam dari Tambolaka karena jalan yang dilalui bukan jalan utama, jadi tidak semuanya mulus. Danau berair asin karena air laut yang terperangkap ini sungguh indah. Siang itu banyak pengunjung lokal karena hari libur nasional. Saya tidak mandi di danau tapi menikmati suasana danau dan deburan air laut yang menghantam dinding sebelah danau.

Ke arah selatan kami pergi ke kampung adat Ratenggaro. Kubur-kubur batu seperti tugu selamat datang berbaris di pintu utama. Lestarinya agama adat Marapu juga menjadikan budaya megalitik ini tetap ada sampai sekarang. Kepercayaan akan roh orang yang sudah meninggal menjadi pengubung dengan Sang Pencipta menjadikan orang Sumba tidak bisa jauh dari kerabat yang telah meninggal maka dari itu kubur batu diletakkan di depan rumah atau perkampungan.

Hari menjelang sore, bergegas kami melanjutkan perjalanan ke pantai Mawana atau Bawana. Setelah berjalan sepuluh menit di jalan setapak yang terjal kami diberikan keindahan alam yang luar biasa. Menikmati sunset di pantai Bawana bersama penduduk lokal yang memancing ikan.

Besok pagi kami bertolak ke Sumba Timur. Jika di Sumba barat pohon hijau tinggi di pinggir jalan, Sumba Timur berbeda. Bukit-bukit dengan padang rumput berpohon perdu lebih mendominasi. Hal ini terlihat jelas di Bukit Wairinding.

Walaupun matahari terik tapi udara tetap sejuk dan dengan gembiranya anak-anak sumba bermain di atas bukit segembira saya melihatnya.

Setelah melapor di hotel kami melanjutkan ke bukit Morinda. Di atas bukit itu ada rumah makan dan juga kamar jika ingin menginap. Pemandangan di bukit Morinda begitu memesona dengan bukit yang mengelilingi dan lembah subur di bawahnya, tidak mau pulang rasanya. Mama yang menjaga tempat makan sangat ramah dan dengan semangat mempelajari bahas Inggris sebagai penunjang berkomunikasi.

Belum puas sebenarnya bersantai di Morinda tapi karena waktu kami harus meninggalkan Morinda untuk mendapatkan pesona matahari terbenam di pantai Walakiri. Dalam perjalanan ke pantai Walakiri akan banyak kandang-kandang peternakan alam dengan pohon sebagai pagar. Kuda, sapi, babi, kerbau atau kambing tidak jarang kita temui di sepanjang jalan. Pantai Walakiri bukan pantai berpasir putih atau pantai dengan laut biru dengan banyak terumbu. Di pantai ini sedikit berlumpur dengan banyak pohon bakau tapi kondisi ini menjadikan pantai ini menjadi tempat yang tepat untuk menikmati matahari terbenam.

Waingapu bukan kota yang besar tapi lebih ramai di banding Tambolaka atau Waikabubak. Kota ini sudah memiliki bandara dan karena letaknya yang lebih dekat dengan Flores menjadikan pelabuhan di Waingapu lebih ramai. Malam itu dengan perut yang lapar kami mencoba makanan laut di pinggir pelabuhan. Bukan musim yang tepat memang sehingga hasil laut tidak begitu banyak. Hanya ada ikan dan cumi tapi kesegarannya tidak dapat dipungkiri. Bulan terang dengan sedikit awan mengurungkan niat kami untuk menikmati malam dengan langit penuh bintang di atas bukit pintu kedatangan kota Waingapu. Sebelum kembali ke hotel untuk beristirahat, kami berhenti di alun-alun Waingapu. Jangan lupa untuk menikmati STMJ disini.

Pagi-pagi sebelum matahari terbit kami menuju ke Puru Kambera dimana padang rumput dan pantai berpadu bersama kuda-kuda yang dibiarkan bebas. Tidak ada matahari bulat pagi itu karena cuaca yang berawan tapi pemandangan di Puru Kambera sudah membuat suasana hatu kami pagi itu begitu bahagia.

Menjelang siang kami menuju pantai Tarimbang. Perjalanan ke Tarimbang memang agak lama karena jalan yang tidak bagus . Hal ini juga yang membuat pantai ini jarang dikunjungi. Tapi pemandangan dalam perjalanan seolah-olah menghilangkan waktu sehingga perjalanan tidak terasa lama. Hanya kami yang ada di pantai Tarimbang waktu itu. Sayangnya, indah pasir putih, deburan ombak dan birunya warna laut tidak dapat dibawa pulang. Hujan menemani kami dalam perjalanan kembali ke Tambolaka sehingga kami tidak bisa melihat matahari terbenam di bukit Lailara.

Hari terakhir di Sumba, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke pasar tradisional. Tidak ada penjual makanan jadi atau oleh-oleh. Hanya ada sayuran dan kebutuhan sehari-hari. Saya membeli cabai yang sangat pedas yang saya bawa ke Jakarta dan alpukat. Dibanding harga di Ibukota, harga kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan sendiri dari tanah Sumba tidak mahal.

Sayangnya siang itu saya harus meninggalkan Sumba, tempat dimana matahari tidak perlu malu untuk menyinari alam dengan bukit-bukit sabana indah. Masih banyak tempat yang sangat indah di Sumba dan tanah ini akan kurindukan.